Jumat, 22 Juni 2012

Faktor Faktor penyebab Perang


Faktor-Faktor Penyebab Perang
Perang (war) merupakan fenomena politik internasional dalam konstelasi Hubungan Internasional bangsa-bangsa di dunia dalam sistem politik global. Keberadaan perang sendiri sampai sekarang masih selalu ada (exist) terkait dengan sifat dasar manusia yang berupa agressor. Sifat ini direpresentasikan oleh negara (state) sebagai perwujudan aktor dalam tata politik internasional. Hal inilah yang membuat perang selalu menarik untuk dibahas dan didiskusikan. Setelah dua perang dunia besar yaitu Perang Dunia I pada tahun 1914-1918 dan Perang Dunia II yang dimulai pada tahun 1939 sampai 1945, serta Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet yang mengikuti dua perang besar tersebut, warga dunia mengira perang dalam skala global atau internasional akan sudah benar-benar hilang. Namun tidak demikian. Fenomena perang yang nampaknya merupakan warisan hingga akhir abad ke-20 hingga abad ke-21 ini pun masih tetap ada. Hal ini tidak bisa terlepas dari kepentingan negara bangsa untuk mencapai national interestnya.

Definisi Perang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti permusuhan antara dua negara, bangsa, agama, suku, dan lain sebagainya, sebagai tambahan, perang merupakan pertempuran bersenjata antara dua pasukan1. Definisi perang di sini merupakan suatu bentuk pertempuran terbuka, dimana terdapat kontak senjata antara pasukan yang saling berperang. Sedangkan menurut Hedley Bull, Perang merupakan kekerasan yang terorganisir yang dilakukan oleh unit politik yang satu dengan unit politik yang lainnya2. Sedangkan menurut Clausewitz, perang merupakan tindakan yang ditujukan untuk memaksa atau mendorong pihak lawan untuk memenuhi keinginan pihak yang melakukan perang (an act intended to compel our opponent to fulfil our will)3. Pernyataan Clausewitz mengenai konsepsi perang tersebut muncul dari fenomena perang yang pada waktu itu berlangsung secara dominan di Eropa. Kemudian timbul pertanyaan, apakah perang merupakan tindakan yang rasional, intelijen, ataupun purposif. Bull menambahkan dalam bukunya bahwa perang seringkali bukan merupakan pelayan dari tujuan yang rasional ataupun intelijen. Bull mengatakan bahwa perang pada mulanya merupakan perilaku suku bangsa primitif sebagai bentuk ritual. Sedangkan dalam negara bangsa yang lebih modern perang digunakan untuk menguji kohesi dan rasa identitas (sense of identity). Sedangkan berdasarkan sejarah, perang hanya sekedar berupa nafsu dan dorongan untuk menaklukkan. Sedangkan Hans Morgentahu dari perspektif realis menilai perang (war) sebagai instrumen untuk mencapai kepentingan nasional (national interest). Instrumen militer seringkali digunakan sebagai media perang yang efektif. Seperti yang diungkapkan oleh Hans Morgenthau mengenai upaya Napoleon Bonaparte yang lebih menggunakan instrumen kultur untuk menaklukkan suatu wilayah, “if he could make and hold military conquest, he would reach his imperialistic goal more quickly…”4. Definisi dan pengertian perang di sini merupakan arti perang yang dapat dilihat secara tangible. Di samping itu masih ada perang yang berupa perang ideologi.
Sebab-sebab sebuah negara pergi berperang, atau faktor-faktor penyebab perang (the causes of war) secara umum ada tiga.

Pertama, penyebab perang disebabkan oleh alasan perolehan ekonomi, diukur dalam hal perolehan sumber daya alam seperti emas, perak, minyak, atau monopoli perdagangan atau akses pasar, bahan mentah (raw materials) dan investasi5. Hal ini disampaikan oleh Hedley Bull dalam bukunya Hedley The Anarchical Society A Study of Order in World Politics. Alasan atau faktor penyebab perang ini mungkin sejalan dengan perspektif merkantilis yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Eopa pada zaman dahulu berupa perdagangan dan penjajahan yang dilakukan pada era merkantilisme mulai sekitar abad ke-16. Faktor tersebut juga mungkin sejalan dengan Teori Stabilitas Hegemonik, dimana terdapat asumsi bahwa pasar internasional dapat berfungsi optimal ketika tersedia “public goods” internasional yang dalam penyediaannya dibutuhkan “perdamaian dan keamanan”, perimbangan kekuatan, perdagangan bebas dan pembayaran internasional yang sehat. Ketika terdapat sebuah negara yang bersedia menanggung “beban” tersebut, maka ekonomi dunia cenderung mengalami pertumbuhan tinggi dan kemakmuran karena manfaat dari perdagangan bebas, keamanan dan perdamaian, maupun mata uang yang sehat merangsang perkembangan pasar dimana-mana. Hal ini sebenarnya sesuai dengan perspektif liberalis yang mengedepankan “efisiensi ekonomi”, memanfaatkan Sumber Daya Alam yang tersedia dalam sistem internasional, serta jaringan intervensi pasar.

Kedua, perang dilangsungkan untuk alasan keamanan, untuk menentang atau melawan ancaman yang datang dari luar terhadap integritas bangsa ataupun kemerdekaan7. Perang dilakukan sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajahan atau yang mengancam stabilitas negara. Salah satu bentuk perang dengan alasan sekuritas tersebut adalah Perang Irak yang dilakukan oleh AS. Meskipun banyak yang menentang perang tersebut, namun perang ini bisa dijadikan sebagai salah satu contoh alasan mengapa AS melakukan serangan terhadap Irak. Adalah sebuah strategi yang revolusioner pada masa pemerintahan George W. Bush pada bulan September 2002, yang disebut sebagai National Security Strategy of The United States of America yang berisi:
wage, and win, the war against the worldwide network of terrorist organizations.
Prevent any other great power challenging the hegemonic position of the United States as the sole global superpower.
Deter the use of nuclear, biological weapons against the United States and its allies.
Pursue “regime change” and disarmament in Iraq by all means necessary, including by the preemptive use of the military force, to overthrow the Iraqi dictator Saddam Hussein.
Attempt to recruit global support for U.S. military operation while, in those endeavors, preventing the United States of becoming isolated from those parts of the world opposed to U.S. operations overseas.

Pursue the search for technological solutions to military problems through the development of smaller smart bombs, nonlethal weapons, and an inproved ballistic missile defense system in outer space.

Remain capable of using military interventions at the same time in at least two regions of strategic U.S. Importance.
Strategi tersebut kemudian dikenal sebagai The Bush Doctrine.

Ketiga, permasalahan Perang dilancarkan untuk mendukung tujuan ideologi, political faith, atau menyebarluaskan nilai-nilai agama9. Perang Ideologi merupakan pertentangan antara dua sistem nilai yang saling berlawanan. Perang Ideologi tidak semata-mata menggunakan instrumen militer, namun lebih banyak memanfaatkan jalur-jalur propaganda, seperti pengaruh, infiltrasi, dan lain sebagainya10. Perang mengenai permasalahan ideologi dapat bertransformasi bentuknya menjadi perang yang berbasis pada faktor identitas. Salah satu bentuk perang yang berdasarkan identitas misalnya Perang Israel-Palestina yang berdasarkan identitas agama. Di samping itu, di samping itu masih banyak lagi perseteruan yang diakibatkan oleh faktor identitas yang kebanyakan berupa konflik-konflik.
Contoh dari Perang yang disebabkan oleh masalah perolehan ekonomi dalam hal perolehan sumber daya alam adalah Perang Irak. Pada tahun 2003, Amerika Serikat melakukan invasi ke Irak di bawah komando Presiden George W. Bush. Alasan mereka secara general adalah untuk menumbangkan diktator Irak, Saddam Hussein. Namun, di samping itu masih ada motif lain yang membuat AS begitu bersemangat untuk melakukan penyerangan ke Irak. Masalah sumber daya menjadi salah satu pemicunya. Salah satunya mengenai cadangan minyak di Irak. Kandungan minyak di Irak diperkirakan lebih besar dari 20 milyar barrel11. Selain minyak, pemicu lainnya yang menyebabkan AS menginvasi Irak adalah ditemukannya emas. Menurut buku Armageddon yang disusun oleh Ir. Wisnu Sasongko, telah ditemukan kandungan emas yang besar seperti gunung di Sungai Eufrat. Badan Antariksa Amerika Serikat telah berhasil menemukan kandungan emas tersebut melalui satelit mereka12. Contoh lain dari perang yang diakibatkan dari permasalahn ekonomi, terutama mengenai hal-hal seperti monopoli perdagangan, akses pasar, bahan mentah, dan investasi adalah apa yang disebut dengan Bidding War. Selain itu, upaya kolonialisme yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa pada zaman merkantilisme yang berupaya untuk menemukan sumber daya alam ke negara-negara lain juga diakibatkan oleh motif ekonomi.
Sedangkan contoh Perang yang merupakan bentuk dari permasalahan keamanan (security reason) adalah perang yang dipropagandakan oleh AS dalam hal melawan terrorisme (War on Terrorism) yang dilakukan AS dengan berbagai cara, termasuk Pre-Emptive Strike. Yaitu dengan menyerang pihak yang dicurigai mampu mengancam keamanan negaranya dengan terlebih dahulu menyerang negara tersebut, sebelum negara tersebut mampu mencapai wilayah mereka. Di dalam buku World Politics, Preemptive Strike disebut juga sebagai Preemptive War dalam konteks Perang Dingin. Preemptive War menurut World Politics merupakan a quick first-strike attack that seeks to defeat an adversary before it can organize a retaliatory response. Salah satu bentuk Preemptive War yang dilakukan AS hingga kini ialah upaya mereka untuk memerangi Taliban di Afghanistan yang mereka anggap berpotensi untuk mengancam keamanan nasional (national security) mereka.
Sedangkan perang yang berdasarkan pada pandangan ideologis salah satunya adalah Perang Dingin, yang mulai timbul sejak akhir Perang Duni II. Amerika Serikat (USA) dan Uni Soviet (USS) saling berebut pengaruh di dunia dalam hal ideologi antara ideologi Kapitalis dengan ideologi Sosialis-Komunis. Mereka menggunakan jalur-jalur propaganda, menyebarkan pengaruh, infiltrasi, bahkan pembangunan ekonomi. Perang ideologi yang dilancarkan oleh AS dan Soviet memang tidak sampai menimbulkan Perang Terbuka, akan tetapi perseteruan mereka menimbulkan Proxy War di Vietnam, antara Vietnam Utara dan Vietnam Selatan, serta antara Korea Utara dengan Korea Selatan. Selain itu, ada pula perang ideologi yang berbasiskan pada identitas agama. Contohnya Perang Israel-Palestina yang pada mulanya berupa perebutan tanah untuk tinggal, kemudian berkembang menjadi isu yang amat sensitif mengenai keyakinan mereka masing-masinga pada ajaran kitab mereka. Selain itu, ada pula Perang Salib yang terjadi sekitar tahun 1095-1291.


DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, Karen. Berperang Demi Tuhan. Bandung: Mizan. 2002
Blainey, Geoffrey. The Causes of War. London: Macmillan Press Ltd.1988.
Bull, Hedley. The Anarchical Society A Study of Order in World Politics. Basingstoke: Macmillan. 1977.
Morgentahu, Hans. Politic Among Nations: The Struggle for Power and Peace. Sixth Edition. Director, Miller Centre of Public Affairs. University of Virginia. 1985.
Kegley, Charles. World Politics: Trends and Transformation, Tenth Edition. Belmont: Thomson Wadsworth. 2006.
Large, Judith & Sisk, Timothy. Democracy, Conflict and Human Security. Swedia: International IDEA. 2006.
Sasongko, Wisnu. Armageddon: Peperangan Akhir Zaman. Jakarta: Gema Insani. 2003.
Setiawati, Siti. Irak di Bawah Kekuasaan Amerika. Yogyakarta: Pusat Pengkajian Masalah Timur Tengah Universitas Gadjah Mada. 2004.
Smith, Wayne. Toward Resolution? London: Lynne Rienner Publishers, Inc. 1991.
Stoessinger, John. Why Nations Go To War. New York: St. Martin’s Press. 1993.
Willmott, H.P. Empires in the Balance. Maryland: Naval Institute Press. 1989.
Referensi Tambahan:
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1974.
Poppy S. Winanti. Ekonomi Politik Internasional. Perspektif EPI: Merkantilisme [Sumber: Mochtar Mas'oed]. 2007.
http://www.poppysw.staff.ugm.ac.id/file/02-Perspektif%20EPI.pdf
Irak Melelang Cadangan Minyak Mentahnya, 
http://hizbut-tahrir.or.id/2010/03/01/irak-melelang-cadangan-minyak-mentahnya/ 25 Mei 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar