Analisis
Hubungan Power dan Keberhasilan dan kegagalan dari aktor
Dalam
politik internasional.
Nama : Roy
Marthen kuada ( 2009350750021)
Fisip : Hub. Internasional
Relevansi antara power
dengan politik Internasional atau
politik luar negeri suatu negara sangat penting dan perluh untuk diperhatikan,
karena power dalam melakukan hubungan dengan negara lain merupakan faktor yang
sangat mendukung untuk tercapainya suatu tujuaan ( National Interest ). Berbicara
mengenai power berartih berbicara mengenai Realisme dalam Teori Realisme siapa
memiliki power yang kuat dia akan bertahan ( Survival ) dan dapat membantu
dirinya sendiri ( Help Self ) dalam menghadapi dinamika internasional.
Menurut perspektif realisme memandang dunia adalah anarkis untuk itu
setiap negara atau aktor politik internasional harus memiliki power untuk bisa
bertahan dan bisa menolong dirinya sendiri dalam menghadapi dunia globalisasi.[1]
Power yang dimiliki oleh suatu negara
itu bisa bernuansa soft power (kekuatan ekonomi ) atau hard power ( kekuatan
militer ).
Untuk itu dalam dunia yang anarkis
setiap negara tidak boleh percaya pada
negara lain atau organisasi internasional, tapi
harus mencari cara sendiri , terutama
meningkatkan kekuatan militernya.[2]
Struktur internasional tidak mengizinkan adanya persahabatan, kepercayaan, dan kehormatan, yang adanya hanyalah kondisi
abadi ketidakpastian karena adanya
pemerintahan global.
Seperti halnya kita bercermin dari
bangsa kita sendiri, pada era orde lama dibawah pemerintahan Soekarno kita
dikenal dengan sebutan Macan Asia hal itu terbukti bahwa
pada era Soekarno kita memiliki power yang cukup kuat sehingga kita disegani
negara lain. Terutama negara-negara tetangga seperti Malaysia, Philipina,Australia,
Singapura tetapi setelah runtuhnya rezim Soekarno kita masih memiliki power
yang cukup. Tetapi setelah era Reformasi negara ini adalah negara yang
powerless sehingga dengan mudahnay negara lain mengintervensi bahkan
mengeksploitasi sumber daya alam dan budaya kita.
Pada era pemerintahan SBY misalnya
dengan ketegasan dan pidatonya yang manis dalam kampanye menimbulkan harapan
pada masyarakat ,tetapi waktu terus bergulir harapan tersebut berganti menjadi
keraguan[3].
Kegagalan dalam menuntaskan kasus
korupsi tidak dan tidak akan pernah selesai. Pidato terus menerus janji terus
terucap tetapi sayang itu hanya sebuah pernyatan fiktif ( utopis ) hal itu
merupakan contoh bahwa pemimpin tak punya power yang cukup untuk berani
bertindak tegas tanpa keraguan.
Indonesia adalah MACAN yang telah
berubah menjadi KUCING.
Kehilangan timor leste, kehilangan
sipadan dan ligitan yang diambil Malaysia merupakan contoh kegagalan aktor
dalam melakukan politik internasional.
Pemancungan TKI,Pemerkosaan TKW tidak
ada tindakan tegas dari pihak negara Indonesia kenapa ??? karena kita tak
memiliki “power” yang cukup untuk melawan.
Pasca perang dunia II dunia terbagi
dalam 3 segmen negara kaya, dan negara menegah, dan negara miskin. Sebagian
besar negara dunia ketiga adalah negara miskin yang masih dililit utang
dan kemiskinan dan ketimpangan
pendapatan[4].
Seperti kita ketahui juga bahwa power
yang kita miliki baik softpower maupun
hardpower karena kita dihadapkan dengan situasi internasional yang kian
bersaing baik pada tingkat makro maupun pada tingkat mikro,[5]
dalam tingkat global.
Tindakan
negara-negara karena itu didorong oleh keinginan untuk survive dari ancaman
keamanan yang terus menerus. Karena tiap negara mengejar keamanan dengan
meningkatkan kekuatan militernya, maka
politik luar negeripun diorientasikan untuk pertahanan keamanan, karena tiap
tiap negara dihadapkan dengan security dilemma yang tiada habisnya.[6]
Dari sini kemudian kita mengenal konsep
power yang merupakan kekuatan nasional yang harus selalu dikejar oleh setiap
negara. Walaupun sering membingunkan karena begitu luas dan bermacam macam maknanya,power tetap menjadi ukuran bagi para realis.
Untuk
itu jangan kita berpikir bahwa bangsa ini dapat menjadi suatu negara yang
dominan dan mampu mengontrol negara lain tanpa power yang dimiliki apalagi negara
kita saat ini banyak mengalami masalah internal untuk itu dalam perspektif
penulis adalah suatu hal yang imposibel, jika kita memiliki pengaruh dalam
tingkat global tanpa power yang memadai.
karena problem dalam negeri saja tidak kunjung
selesai apalagi mengontrol negara lain dalam tingkat regional, dengan Malaysia
saja kita chaos.
Banyak contoh yang kita bisa ambil dalam
menjelaskan keberhasilan suatu negara dengan power yang dimilikinya dan negara
yang lose karena powerless. Misalnya dalam perang dingin antara Unisoviet
dengan Amerika Serikat dalam sejarahanya
mereka tidak saling perang secara langung tetapi memalui proxi war (
perang melalui perwakilan ) dimana kedua negara tersebut sama-sama memiliki
power yang cukup tetapi dengan power politik yang dimainkan Amerika lebih lihai
maka Unisovietnyapun runtuh berkeping keping menjadi beberapa negara dan negara
Amerika menjadi negara Super power pasca perang dingin ( Cold War 1947-1991 ).[7]
Tetapi
perlu kita ketahui juga bahwa power itu sifatnya relatif dan selalu berubah
karena selalu mengikuti perkembangan zaman dan komparatisasi pertumbuhan
ekonomi negara negaa di dunia.[8]
Dalam perspektif KJ.Holsti negara
sebagai aktor dalam hubungan internasional memiliki
tujuaan-tujuaan,aspirasi,kebutuhan sikap,pilihan dan tindakan politik luar
negeri ynag dipengaruhi atau terbentuk oleh struktur kekuatan dan distribusi kekuasaan dalam politik
internasional.
Kita ambil contoh ; aktor politik
internasional yang gagal adalah inggris dalam menjaga BOP pada tahun 1914
perang dunia pertama inggris sebagai negara yang memiliki power sehingga ia
mampu mengontrol pergerakan ekspansionisme dari prancis dengan mendirikan BOP ( balance of Power ) dengan tujuaan agar tidak ada kekuatan yang
lebih dominan dan dieropa pada waktu itu sehingga tidak melakukan gerakan
ekspansionisme dengan sewenang-wenang.
Tetapi
akhirnya BOP runtuhnya juga karena pada hakekatnya tak ada power yang bersifat
absolut tetapi selalu berubah mengikuti perkembangan arus globalisasi dan
dinamika internasional.
Contoh
kasus power itu bersifat relatif :
a.
Dalam catatan sejarah, negara yang
mampunyai hegemoni adalah portugal pada tahun 1494 sampai 1580 ( akhir perang
Italia sampai invansi Spanyol ke Portugal ). Kekuatan portugal dilandasi pada kekuatan lautnya yang saat itu
juga disaingi oleh Spanyol.
b.
Belanda dari tahun 1580 sampai 1688 (
bermula dari perjanjian Utrecht 1579 yang menandai berdirinya Republik Belanda
sampai kedatangan William Orange di Inggris ). Hegemoni Belanda didasarkan pada
kontrol terhadap kredit dan uang. Pesaing Belanda dan kandidat hegemon saat itu
adalah Inggris pada tahun 1688 – 1792 ( semasa Napoleon seperti penulis
jelaskan sebelumnya).[9]
Dalam perspektif Robert Jackson, dunia
ketiga mengandalkan apa yang disebut sebagai kedaulatan negative di mana
kedaulatan bukan terutama lahir karena kemampuan negara mengendalikan keamanan
dalam negeri, tetapi lebih karena jaminan hukum internasional.[10]
Negara
– negara dunia ketiga hidup dalam pengalaman sejarah, konteks dan situasi yang
berbeda. Mereka pun mungkin memiliki aspirasi yang berbeda. Negara –negara asal
perspektif realis dibarat pun terus mengalami perubahan.
Kedaulatan mengalami redefinisi karena
keperluan lintas negara dan saling ketergantungan ( Simbiosis Mutualisme ) yang
kian besar.
Seperti yang kita ketahui bahwa pada era
1914-1918 PD I dan 1939-1945 PD II serta 1947-1991 Cold War implementasi power bersifat
Hard Power dalam hal itu kekuatan militer yang sangat menonjol tetapi era
sekarang ini terjadi pergeseran dari Hardpower menjadi softpower ( ekonomi dan
diplomasi dll ), tetapi bukan berartih Hardpower ditiadakan atau tidak
berpengaruh karena dalam perspektif penulis bahwa implementasi Softpower saat
ini yang dilakukan oleh negera negera maju seperti Amerika hanya sebuah
kamuflase dan adjusment dengan mengikuti dinamika internasional karena pada
hakekatnya hampir semua negara meningkatkan kekuatan militernya untuk apa ???
sebagai salah satu faktor pendukung tercapainya kepentingan nasional suatu
negara. ( Teori Jhon Foster Dulls ).
Karena
pada era Globalisasi perang pasar sangat kuat. Para ilmuwan politik melihat bahwa peran pasar semakin mengemuka
sebagai struktur sosial yang utama dalam
kehidupan manusia di era ini karen ala setiap sejarah manusia memunculkan pola
bagaimana manusia memenuhi kebutuhan untuk bisa bertahan hidup.
Hal itu berlaku pula pada era sekarang
ini karena siklus kehidupan manusia terus berputar kebutuhan dan keinginanpun
hili berganti cara cara yang diterapkannyapun kian berwarna dari diplomasi
sampai perang dari ekonomi sampai genjatan senjata itulah kehidupan manusia.
Suatu konsep Falibilisme menjelaskan
bahwa “ di dunia ini atau dimanapun tak
ada yang baik, kecuali kemauan baik” artihnya tidak ada hal yang dilakukan
suatu negara tanpa mengharapkan keuntungan kecuali negara tersebut memiliki
kemaun untuk berbuat baik tetapi pada era sekarang ini hal tersebut merupakan
suatu hal yang imposibel ( Fiktif ).
Selain
negara sebagai aktor hubungan internbasional MNC juga merupakan aktor hubungan
internasional yang memiliki peran besar dalam dinamika internasional dan juga
meruapakan aktor yang bisa dikatakan berhasil karena power yang dimilikinnya.
Perusahan multinasional itu sendiri didefinisikan sebagai suatu perusahan yang
menghaslkan barang dan melayani pasar lebih dari satu negara. Perusahan
Multinasional memiliki cabang – cabang luar negeri meskipun masih mempetahankan home basenya dinegara asalnya.
Aktivitas – aktivitas yang dijalankan
oleh perusahan – perusahan multinasional mempunyai dampak yang luas hampir
semua kehidupan manusia. Dibidang ekonomi, keberadaam MNC beserta investasi
yang mereka lakukan menjaid harapan banyak negara, baik miskin maupun kaya.
Investasi
yang mereka tanamkan sangat diharapkan
untuk melakukan pembangunan dan memacu pertumbuhan ekonomi, menyediakan
lapangan kerja, dan dengan demikian meningkatkan taraf hidup.[11]
Faktor lain yang tidak kalah penting
adalah keuntungan yang dijanjikan oleh pasar-pasar di luar negeri karena
semakin terbukanya pasar Global ( Global Market ).
Terbukanyam pasar pasar global ini juga
di dorong juga oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi d era “the golden growth “ yang berlangsung selama beberapa tahun antara 1950 – hingga
1960 an. Steiner mencatat bahwa pertumbuhan produk nasional kotor ( Gross
national Product / GNP ) dunia yang berlangsung secara eksploratif, khususnya
negara negara industri maju, telah semakin membuka pasar.
Tabel
Teori Dalam Realisme
Teori atau
Sub-mazhad
|
Teoritisi utama
|
Apa yang
dijelaskan
|
Skup Teori
|
Realisme
Ofensif
|
Mearsheimer
|
Ekspansionisme/
Perang
|
Keamana
adalah
Langka;menyerang
Bertahan
tidak dapat dibedahkan antara
Teknologi
& geografi sebagai pendukung Penyerangan
|
Realisme
Defensif
|
Jervis,Glaser
|
Over
– Ekspansionisme,
Kerjasama
|
Keamanan
tidak sulit; menyerang dan bertahan bisa dibedakan,teknologi & geografi
mendukung untuk bertahan
|
Balance
of Power
|
Waltz
|
Aliansi,peningkatan
Kekuatan
militer,
Persaingan
militer
|
Satu
kekuatan besar
Potensial
yang muncul menjadi kekuatan hegemoni.
|
Balance
of Threat
|
Waltz
|
Aliansi,peningkatan kekuatan
militer, persaingan militer
|
Satu
kekuatan besar potensial yang muncul menjadi kekuatan hegemoni. Lokasi geografis,postur
militer dan keseluruhan perilakunya melahirkan persepsi ancaman
|
Penyeimbang
Lunak
( soft balancing )
|
Pape
|
Tindakan
membatasi secara halus untuk melawan kekuatan unipolar
|
Satu
kekuatan besar yang terlalu kuat untuk diseimbangkan,unipolaritas
|
Stabilitas
Hegemoni
|
Gilpin
|
Kerjasama;pembentukan
Institusi
Dan
norma;order
|
Satu
kekuatan besar
Dominan
dalam sistem
Atau
kawasan
|
Transisi
Kekuatan
|
Organski,Gilpin
|
Perang
|
Kemampuan
kekuatan penantang
Meningkat,hampir
sama
Dengan
hegemon.
|
|
Realisme
adalah perspektif yang masih dominan dalam menjelaskan PLN suatu negara. Walaupun banyak orang
mengatakan bahwa dominasi realisme
semakin memudar karena makin banyak aktor dalam HI yang tidak hanya state
seperti asumsi realis.
HI
ditandai dengan berbagai interaksi yang
tidak hanya terbatas pada konflik dan
persaingan kekuatan[12].
Konklusi
:
bahwa
power pada era sekarang ini masih sangat berpengaruh dalam memainkan politik
luar negeri maupun politik internasional baik pada level regional, maupun pada
level dunia, untuk itu seperti penulis jelaskan sebelumnya bahwa siapa
mempunyai power dia yang menang, dia yang bisa bertahan dengan berbagai
dinamika internasional yang diwarnai persaingan kekuaatan baik softpower maupun
hardpower.
Untuk
itu semua negara secara indirect berlombah – lombah meningkatkan kekuatan baik
ekonomi maupun militer dengan tujuaan agar bisa survive dalam menghadapi era
Globalisasi yang penuh dengan persaingan baik pada tingkat regional maupun pada
tingkat dunia.
Contohnya
: persaingan antara USA vs CHINA dalam bidang ekonomi dan juga militer saat ini
China semakin meningkatkan anggaran untuk kekuatan militernya,hal ini didukung
oleh kekuatan ekonomi yang tinggi. Sehingga Amerika dengan berbagai usaha untuk
tetap mempertahankan Status quo sebagai negara Super power yang mampu
mengontrol dinamika internasional.
[2] Ibid
[3] Denny,J.A “Membaca Isu Politik “
(Jakarta:CV Miswar,1991) hal.3
[4] Budi.Winarno” Pertarungan Negara
vs Pasar” (Jakarta:Medpress,2009) hal.2
Negara
dunia ketiga atau negara selatan merupakan negara yang tergolong miskin
sehingga pada era pasca perang dunia II muncullah yang namanya dependensi, dan interdepensi dimana
negara kaya-kaya hanya mengeksplotasi negara miskin.
[5] Ngudi Astuty, “Ekonomi politik”
Jakarta,2010,hal.2
Yang
dimaksud dengan persaingan dalam tingkat makro maupun mikro yang saya kutip
dari artikel Ngudi Astuty”Ekonomi Politik”hal 2 adalah untuk memahami hubungan
kausalitas dintara negara negara yang melakukan kerjasama dengan meminimize
dampak dampak yang akan terjadi khususnya dalam bidang ekonomi dan politik (
negara dan pasar ).
[6] Op.Cit hal.38
[7] Adipedia,”Sejarah terjadinya
perang dingin Amerika vs Unisoviet”{diakses di www.google.com, tanggal 16 nov 2012 }
[8] Abubakar.Eby Hara, Analisi Politik
Luar Negeri (Bandung :Nuansa, 2011),hal.38
[9] Abubakar.Eby Hara, Analisi
Politik Luar Negeri (Bandung :Nuansa, 2011),hal.48
[10] Ibid.hal .52
[11] Budi.Winarno” Pertarungan Negara
vs Pasar” (Jakarta:Medpress,2009) hal.99
THANKS BRO ATAS BLOGNYA
BalasHapus